Selamat datang di web site BKPSDM Kota Batu. Selamat datang di web site BKPSDM Kota Batu. Selamat datang di web site BKPSDM Kota Batu. Selamat datang di web site BKPSDM Kota Batu.

Beranda » Berita » PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ASN UNTUK PENGEMBANGAN KOMPETENSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ASN UNTUK PENGEMBANGAN KOMPETENSI

Diposting pada 11 Okt 2021 oleh roni | Dilihat: 10747 kali

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ASN UNTUK PENGEMBANGAN KOMPETENSI

 

M. Muslich HS, S.H., M. H.

Kepala Bidang Pengembangan Kompetensi, Kesejahteraan, dan Pembinaan,

BKPSDM Kota Batu

 Jl. Panglima Sudirman 507, Batu

Email : [email protected]

 

 
 

Berlakunya UU ASN berimplikasi pada berubahnya paradigma pengelolaan manajemen ASN, sistem merit menjadi acuan utama dalam pengelolaan ASN saat ini. Pengembangan kompetensi bagi setiap ASN merupakan salah satu bagian serius yang ditangani oleh Pemerintah saat ini dalam upaya  meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia khususnya bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan salah satu pilar penting dalam rencana pembangunan Nasional. Tantangan global yang dihadapi seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi dengan adanya beberapa lompatan menyikapi pandemi yang telah terjadi hampir memasuki tahun kedua menuntut setiap ASN harus kreatif dan adaptif terhadap situasi yang terjadi. Menyikapi kondisi tersebut Penulis mencoba untuk mengulas sejauh mana perlindungan dan fasilitasi yang diberikan oleh Pemerintah melalui penerbitan regulasi peraturan perundangan dalam menjamin hak belajar/pengembangan kompetensi bagi ASN untuk mengembangkan diri.

Pembenahan birokrasi merupakan upaya yang wajib dilakukan dalam rangka mendukung upaya reformasi birokrasi, yang dilakukan tidak hanya pada masa reformasi akan tetapi telah dilakukan juga pada masa orde baru. Pemerintah mengendalikan birokrasi secara penuh pada masa orde baru, kontrol dari rakyat sebagai unsur utama demokrasi sangat kurang. Menurut Sri Hartini (2014, 1), penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa banyak terjadi untuk menguasai struktur birokrasi dengan konsep monoloyalitas.

Tap MPR RI Nomor VI/MPR/RI/2001 mengamanatkan kepada Presiden RI agar membangun kultur birokrasi Indonesia yang transparan, akuntabel, bersih dan bertanggung jawab, serta dapat menjadi pelayan masyarakat, abdi negara, contoh, dan teladan masyarakat.

Menurut Komarudin (2017), reformasi birokrasi merupakan perubahan signifikan pola pikir, pola sikap, pola tindak, pola ucap, dan budaya kerja. Pola pikir dan pola budaya elemen-elemen birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, sumber daya manusia aparatur, akuntabilitas, pengawasan, dan pelayanan publik.

Acuan utama pengelolaan sumber daya manusia aparatur adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) (selanjutnya disebut UU ASN), Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil beserta perubahannya (selanjutnya disebut PP Manajemen PNS), dan yang terbaru Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PP Disiplin PNS). UU ASN mengatur antara lain pegawai ASN, yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (selanjutnya disebut PPPK), manajemen ASN, sistem informasi ASN, jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, pejabat administrasi, jabatan fungsional, pejabat fungsional, pejabat yang berwenang, PPK, instansi pemerintah, instansi pusat, instansi daerah, menteri, KASN, LAN, BKN, dan sistem merit.

Terdapat empat belas unsur dalam Manajemen PNS, yaitu pengadaan pegawai, penyusunan dan penetapan kebutuhan formasi, kenaikan pangkat dan jabatan, pengembangan serta pola karier, mutasi, promosi, penilaian kinerja pegawai, penggajian serta tunjangan, pemberian penghargaan, penegakan dan pembinaan  disiplin pegawai, pemberhentian pegawai,  jaminan pensiun serta jaminan hari tua, dan perlindungan hukum bagi pegawai. Selain itu juga diatur tentang batas usia pensiun (BUP), jaminan terhadap kesehatan dan kecelakaan kerja. Diatur juga tentang PPPK, mekanisme dan prosedur pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) dan pegawai ASN yang yang diberikan kepercayaan menjadi pejabat Negara, organisasi dan sistem informasi ASN, serta penyelesaian sengketa pegawai ASN.

Pemerintah berupaya untuk melakukan penataan sistem pemerintahan yang demokratis, transparan, dan berwibawa. Salah satu upaya pendukung untuk mewujudkan keinginan tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penataan aparatur pemerintah. Penataan ini diperlukan karena ASN merupakan alat pemerintah yang penting dalam mewujudkan tujuan nasional pembangunan. ASN mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai abdi negara dan juga abdi masyarakat (pelayan publik), yang berarti menjalankan fungsi melayani masyarakat. Dengan adanya perkembangan paradigma ini, maka akan menciptakan perubahan dalam sistem hukum kepegawaian, perubahan dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajiban ASN melalui penataan kelembagaan birokrasi, sistem, serta manajemen kepegawaian (Komarudin, 2017).

Pengembangan kompetensi merupakan hak setiap ASN yang dilindungi oleh undang-undang, dimana setiap PNS berhak untuk mengembangkan kompetensinya dalam setiap tahun. Regulasi tersebut tentunya dapat dimaknai bahwa Pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi setiap ASN untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan latar belakang pendidikan dan profesi yang dimilikinya. Pertanyaan lantas muncul bagaimana perlindungan tersebut diberikan dan bagaimana jika keinginan untuk mengembangkan kompetensi tersebut tidak sejalan dengan keinginan pimpinan karena dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi atau alasan lainnya?

Berdasarkan isu tersebut diatas penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana Pemerintah menjamin hak pengembangan kompetensi bagi ASN serta memberikan jalan tengah ketika terjadi ketidak sinkronan antara keinginan untuk mengembangan kompetensi bagi Pegawai ASN dengan pengambil kebijakan.

  • Pengaturan Pengembangan Kompetensi bagi Pegawai ASN dalam Perundang-undangan

Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara sebagaimana dijelaskan dalam Permenpan RB Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengukuran Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara (IP ASN) adalah ukuran statistik yang menggambarkan kualitas ASN berdasarkan kesesuaian kualifikasi, kompetensi, kinerja dan kedisiplinan pegawai ASN dalam melaksanakan tugas jabatan.

Kompetensi merupakan salah satu indikator penting dalam upaya uintuk mendongkrak pencapaian nilai IP ASN. Nilai kompetensi ini diperoleh dengan mengetahui berapa banyak ASN yang mempunyai kompetesi dalam melaksakan tugas yang diemban sesuai dengan tugas dan fungsinya. Nilai kompetensi ini dapat diperoleh dengan mengikutsertakan Pegawai ASN dalam upaya peningkatan kompetensi, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Semakin banyak Pegawai ASN yang melakukan pengembangan kompetensi maka secara otomatis akan memberikan nilai kenaikan yang signifikan terhadap pencapaian nilai IP ASN instansi pemerintah.

Pasal 70 ayat (1) UU ASN menyatakan bahwa “Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi”. Pengembangan kompetensi dapat dilakukan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran. Secara lebih spesifik tentang pengembangan kompetensi diatur dalam Pasal 203 PP Manajemen PNS, dimana dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa pengembangan kompetensi merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan rencana pengembangan karier. Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan. Lebih lanjut  dalam Pasal 203 ayat (4) dijelaskan bahwa Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun.

Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian ASN melalui pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diberikan dalam bentuk tugas belajar dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan standard kompetensi jabatan dan pengembangan karier.

Pengaturan pengembangan kompetensi bagi pegawai ASN ini memberikan legalitas bahwa Pemerintah serius dalam upaya meningkatkan kompetensi setiap ASN untuk meningkatkan daya saing yang akan berimplikasi kepada peningkatan strandar dan mutu pelayanan kepada masyarakat, karena ke depan tantangan yang dihadapi oleh ASN tidaklah mudah, mereka harus segera meyiapkan diri dan adaptif dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan kompetensi merupakan hak setiap ASN, akan tetapi tidak banyak ASN yang menyadari hal tersebut, karena kalau berbicara tentang hak ASN, sebagian besar pasti mereka akan menjawab gaji, cuti, dan tunjangan, sebagian besar lupa kalau ada satu hak ASN yang penting dan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan eksistensi dan karier setiap Pegawai ASN kedepan.

Keberadaan pengembangan kompetensi ini sangat penting dalam upaya meningkatkan derajat pengetahuan serta kompetensi seorang ASN, sehingga akan menjadi pembeda satu ASN dengan ASN lainnya dalam satu instansi. Hal tersebut seiring anjuran dalam agama bahwa adanya kewajiban menuntut ilmu semenjak dari kandungan hingga sampai liang lahat, hal tersebut membuktikan bahwa kewajiban untuk terus belajar tidak terbatas oleh usia dan posisi, artinya selama Pegawai ASN tersebut aktif dalam posisi apapun dia berhak untuk mengembangkan kompetensi, dan tentunya orang yang beriman dan berilmu akan dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT dengan beberapa derajat. Apalagi sekarang semakin banyak masyarakat millenial yang menjadi ASN, hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi ASN yang telah lama mengabdi untuk tidak kalah dan terus mengasah kemampuannya melalui pengembangan kompetensi ASN.

  • Pembatasan Pegawai ASN Dalam Mengikuti Pengembangan Kompetensi

Keseriusan Pemerintah dalam rangka menjamin hak belajar/pengembangan kompetensi bagi ASN juga ditunjukkan dengan penerbitan PP tentang Disiplin PNS. Lantas apa hubungannnya pengembangan kompetensi dengan Disiplin PNS ? Kalau kita mencermati dalam PP Disiplin PNS, dalam Pasal 4 huruf h, dinyatakakan bahwa “PNS wajib memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi”.

Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi adalah dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan kemampuan antara lain memberikan kesempatan mengikuti rapat, seminar, pelatihan, dan pendidikan formal lanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kalau kita mencermati makna yang terdapat dalam PP Disiplin PNS memberikan pengertian bahwa atasan wajib untuk memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kompetensi sehingga akan dapat meningkatkan kemampuan dari ASN yang bersangkutan yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kompetensi organisasi, tentunya dengan memperhatikan ketentuan perarutan perundang-undangan. Biasanya ada pengaturan tersendiri bagi tiap instansi/Pemerintah Daerah yang mengatur tentang ketentuan pengembagan kompetensi Aparaturnya, akan tetapi keberadaaan keberadaan regulasi dari instansi/Pemerintah Daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya, lex supertiori derogate legi priori.

Pengaturan pengembangan kompetensi tentunya harus memperhatikan berbagai aspek agar dapat menjembatani antara keinginan pengembangan kompetensi dari Pegawai dan kebijakan yang diambil oleh atasan terkait hal tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain :

  • Apakah pengembangan kompetensi tersebut akan membawa dampak positif bagi ASN yang bersangkutan dikaitkan dengan pengembangan karier dan tujuan organisasi;
  • Apakah pengembangan kompetensi yang dilakukan tersebut menggangu pelaksanaan tugas dari ASN yang bersangkutan;
  • Apakah pengembangan kompetensi tersebut nantinya akan berpengaruh kepada struktur formasi jabatan pada instansi/unit tempat ASN berada.

Jika pengembangan kompetensi yang dilakukan oleh ASN tersebut akan membawa dampak positif bagi ASN yang bersangkutan dan juga akan memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi serta tidak mengganggu tugas pokok serta kewajiban sebagai ASN, maka menurut penulis seyogyanya atasan memberikan kesempatan kepada bawahannya. Karena salah satu cara yang efektif untuk merubah budaya dan pola pikir kearah yang lebih baik adalah dengan melalui pendidikan/pengembangan kompetensi.

Pengembangan kompetensi diharapkan jadi salah satu solusi untuk dapat mentranformasikan ASN kearah yang lebih baik dalam upaya untuk mewujudkan core value (nilai-nilai dasar) ASN BerAKHLAK sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia tanggal 27 Juli 2021, yang meliputi :

  • Berorientasi Pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat;
  • Akuntabel, yaitu bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan;
  • Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas;
  • Harmonis, yaitu saling peduli dan menghargai perbedaan;
  • Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara;
  • Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan;
  • Kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis.

Bagaimana jika atasan tidak memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangakan kompetensi ?

Sebagaimana diatur dalam PP tentang Disiplin PNS jika atasan tidak memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kompetensi maka dapat diberikan sanksi berupa hukuman disiplin tingkat ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d dan juga hukuman disiplin tingkat sedang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (2) huruf h, namun perlu dikaji terlebih dahulu alasan atau dalil yang dipergunakan oleh atasan untuk menolak/tidak menyetujui, apakah alasan penolakan tersebut dibenarkan berdasarkan dengan ketentuan perundang-undangan ataukah tidak.

Permasalahan tersebut muncul karena dalam PP Disiplin PNS tidak diatur secara jelas dan terukur tentang definisi “tidak memberikan kesempatan kepada bawahan”, sehungga menurut Penulis perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara tentang definisi dan batasan yang jelas dan terukur tentang “tidak memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengikuti pengembangan kompetensi” agar tidak terjadi salah tafsir karena adanya keragu-raguan aturan (vague of norm)(Isrok, 2017). Pendefinisian dan batasan yang jelas sangat diperlukan sehingga tidak merugikan salah satu pihak, baik pihak bawahan maupun pihak atasan sehingga dapat dihindari kemungkinan adanya gesekan antara atasan dengan bawahan.

Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, terdapat 2 kesimpulan menurut Penulis, yaitu :

  • Pemerintah telah mengatur tentang legalitas pengembangan kompetensi bagi setiap pegawai ASN, melalui UU ASN dan peraturan dibawahnya (delegated legislation) yaitu PP tentang Manajemen PNS dan didukung dengan dikeluarkannya PP tentang Disiplin PNS yang pada prinsipnya menjamin hak setiap Pegawai ASN untuk mengembangkan kompetensi untuk mendukung tugas jabatan dan pengembangan karier.
  • PP tentang Disiplin PNS mengatur bahwa PNS wajib memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi, hal ini dimaknai bahwa atasan wajib memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan tugas jabatan dan karier Pegawai ASN.

 

  1. Perlunya regulasi dan penataan yang terencana dan berkesinambungan terhadap pengembangan kompetensi bagi ASN pada Instansi/Pemerintah Daerah dengan dituangkan dalam Peraturan Kepala Daerah, karena hal tersebut merupakan hak setiap Pegawai ASN sebagaimana amanah peraturan perundang-undangan.
  2. Dibutuhkan kearifan semua pihak, baik atasan maupun bawahan terkait upaya pengembangan kompetensi bagi Pegawai ASN agar dapat saling mengerti dan memahami tugas dan fungsi masing-masing sehingga kompetensi setiap ASN dapat ditingkatkan dengan tetap dapat mendukup upaya pencapaian tujuan/sasaran organisasi.

 

  1. Daftar Pustaka

Buku

Sri Hartini, dkk, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2014;

Isrok, Masalah Hukum Jangan Dianggap Sepele Menyoal  The Devils is in The Detail Sebagai Konsep Teori, Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2017;

Arikel Jurnal Ilmiah

Komarudin, Praktik Reformasi BirokrasiJurnal Pendayagunaan Aparatur Negara, Edisi VII Tahun VII, 2017

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494;

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6718;

SIDEBAR

Balaikota Among Tani Gegung A Lantai 1
Jl. Panglima Sudirman No. 507 Batu - Jawa Timur
Telp/Fax : (0341)-512230
Email : [email protected]